Rabu, 16 November 2016

Tugas Softskill 2

PERSEPSI AKUNTAN PRIA DAN AKUNTAN WANITA TERHADAP ETIKA BISNIS DAN ETIKA PROFESI AKUNTAN

PONIMAN

Politeknik Negeri Semarang



PENDAHULUAN

Perkembangan dunia bisnis mendorong munculnya pelaku bisnis baru yang menimbulkan persaiangan cukup tajam di dalam dunia bisnis. Pelaku bisnis pada umumnya bertujuan memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya agar dapat meningkatkan kesejahteraan pelaku bisnis dan memperluas jaringan usahanya. Namun terkadang untuk mencapai tujuan itu sering segala upaya dan tindakan dilakukan walaupun pelaku bisnis harus melakukan tindakan-tindakan yang mengabaikan berbagai dimensi moral dan etika dari bisnis.



Meningkatnya persaingan dan perubahan global, profesi akuntan pada saat ini dan masa mendatang menghadapi tantangan yang semakin berat, sehingga dalam menjalankan aktivitasnya seorang akuntan dituntut untuk selalu meningkatkan profesionalismenya. Ada tiga hal utama yang harus dimiliki oleh setiap anggota profesi dalam mewujudkan profesionalisme yaitu keahlian, berpengetahuan dan berkarakter (Ludigdo & Machfoedz, 1999). Karakter merupakan personality seorang profesional, yang dapat diwujudkan dalam sikap dan tindakan etisnya. Sikap dan perilaku etis akuntan akan sangat mempengaruhi posisinya dimasyarakat pemakai jasanya.

Masalah etika berlaku untuk semua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan, etika profesi merupakan suatu isu yang selalu menarik tanpa etika profesi akuntan tidak akan ada karena fungsi akuntansi adalah penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Para pelaku bisnis ini diharapkan mempunyai integritas dan kompetensi yang tinggi (Abdullah dan Halim, 2002). Berbagai pelanggaran etika telah banyak terjadi saat ini yang dilakukan oleh akuntan baik di tingkat nasional maupun internasional. Di Indonesia issue ini berkembang seiring dengan terjadinya pelanggaran etika baik yang dilakukan oleh akuntan publik, akuntan intern maupun akuntan pemerintah. Pada tahun 2002 pelanggaran yang melanda perbankan di Indonesia banyak bank-bank yang dinyatakan sehat tanpa syarat oleh akuntan publik atas audit laporan keuangan berdasar standar akuntansi perbankan Indonesia ternyata sebagian besar bank kondisinya tidak sehat (Jaka, 2003). Kasus penyuapan yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) kepada akuntan pemerintah (BPKP) di tahun 2005.

Beberapa penelitian telah menguji secara empiris tentang persepsi etika diantara berbagai kelompok akuntan. Ludigdo (1999) menemukan ada perbedaan persepsi tentang etika yang signifikan diantara berbagai kelompok akuntan. Sedangkan penelitian Sriwahyoeni dan Gudono (2000) menemukan bahwa tidak ada perbedaan antara akuntan pria dan akuntan wanita terhadap etika sebaliknya penelitian Jaka (2003) menemukan adanya perbedaan antara akuntan pria dan akuntan wanita terhadap etika bisnis.

Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode Etik ini mengikat para anggota Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI. Kode Etik adalah norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan dengan kliennya, antara akuntan dengan sejawat, dan antara profesi dengan masyarakat (Sriwahjoeni, 2000). Terdapat dua sasaran pokok dari kode etik yaitu: pertama kode etik bermaksud melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian baik secara sengaja ataupun tidak sengaja dari kaum profesional. Kedua kode etik juga bertujuan melindungi keluhuran profesi tersebut dari perilaku-perilaku buruk orang-orang tertentu yang mengaku dirinya profesional (Keraf, 1998).

Kode Etik Akuntan Indonesia yang baru tersebut terdiri dari tiga bagian (prosiding kongres VIII, 1998) yaitu:

1. Kode Etik Umum, terdiri dari 8 prinsip etika profesi yang merupakan landasan perilaku etika professional, memberikan kerangka dasar bagi aturan etika, dan mengatur pelaksanaan pemberian jasa professional oleh anggota yang meliputi: tanggungjawab profesi, kepentingan umum, integritas, obyektifitas, kompetensi dan kehati-hatian profesionalnya, kerahasiaan, perilaku professional dan standar teknis

2. Kode Etik Akuntan Kompartemen, kode Etik Akuntan Kompartemen disahkan oleh rapat anggota kompartemen den mengikat seluruh anggota kompartemen yang bersangkutan

3. Interpretasi kode etik akuntan kompartemen, interpretasi ini merupakan panduan penerapan kode etik akuntan kompartemen

4. Pernyataan etika profesi yang berlaku saat itu dapat dipakai sebagai interpretasi dan atau aturan etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya

Hal ini tercermin di dalam rumusan Kode Etik Akuntan Indonesia pasal 1 ayat 2 yang berbunyi: “setiap anggota harus selalu mempertahankan integritas dan oyektifitas dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan obyetifitas, ia akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan/permintaan pihak tertentu/kepentingan pribadinya”.



HIPOTESIS

Khazanchi (1995) mengatakan bahwa antara jenis kelamin dengan etika terdapat hubungan yang signifikan, penemuan ini bertolak belakang dengan Sikula dan Costa (dalam Murtanto, 2003) yang menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan etika. Murtanto dan Marini (2003) meneliti tentang persepsi etika bisnis dan etika profesi akuntan diantara akuntan pria, akuntan wanita, mahasiswa, dan mahasiswi dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara akuntan pria dan akuntan wanita terhadap etika bisnis dan etika profesi akuntan. Demikian juga untuk mahasiswa dan mahasiswi tidak ada perbedaan yang signifikan untuk etika profesi akuntan , namun untuk etika bisnis ada perbedaan persepsi antara mahasiswa dan mahasiswi Ludigdo, (1999) juga menemukan hal yang sama bahwa jenis kelamin tidak mempunyai pengaruh terhadap etika bisnis.

Machfoed (1999) menyatakan bahwa ada perbedaan persepsi tentang kode etik bisnis diantara kelompok akuntan. Sriwahjoeni (2000), dan Jaka (2003) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan persepsi yang signifikan diantara kelompok akuntan. Dalam penelitiannya juga mengunkapkan bahwa diantara kelompok profesi akuntan tersebut mempunyai persepsi yang sama positifnya terhadap kode etik. Penelitian Destriani (1993) mengenai persepsi akuntan publik terhadap kode etik akuntan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara kelompok akuntan publik terhadap kode etik akuntan.

Berdasarkan dari hasil tinjauan penelitian terdahulu maka hipotesis yang diajukan sdebagai berikut:

H1 :Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi akuntan pria dan akuntan wanita terhadap etika bisnis.

H2 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi akuntan pria dan akuntan wanita terhadap etika profesi akuntan



METODE PENELITIAN

Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah akuntan pendidik, akuntan publik, akuntan pemerintah dan akuntan perusahaan di wilayah Kota Semarang. Teknik pengambilan sampel adalah proposive random sampling sehingga masing-masing kelompok profesi akuntan dijadikan sampel secara proporsional dan acak. Jumlah sampel yang diambil minimal 30 (Masri Singarimbun, 1995). Sekaran (1992) mengatakan jumlah sampel lebih besar dari 30 dan kurang dari 500 pada kebanyakan penelitian sudah terwakili dan jika sampel di bagi kedalam sub sampel maka setiap kategori diperlukan minimum 30 sampel. Sedangkan sampel pada penelitian ini mengambil sampel 30 pada masing-masing kelompok profesi.



Alat analisis Data

Untuk menguji Hipotesa digunakan alat statistik dengan bantuan program computer software SPSS 12.0 for windows sebagai berikut: Untuk menguji H1 dan H2 dilakukan dengan menggunakan alat analisis statistik Mann-Whitney U test karena sampel yang diuji terdiri dari dua kelompok yang saling independen (sampel akuntan pria dan akuntan wanita) dan bertujuan untuk mengetahui terdapat atau tidaknya perbedaan persepsi diantara kelompok sampel. Digunakan juga perhitungan rata-rata (mean) dari persepsi responden untuk masing-masing pertanyaan yang diajukan untuk mengetahui persepsi mana yang lebih baik diantara kelompok sampel yang diuji.



HASIL & PEMBAHASAN

Data Penelitian

Kuesioner disampaikan kepada staf pengajar pada perguruan tinggi baik perguruan tinggi negeri (PTN| maupun perguruan tinggi swasta (PTS) yang ada di wilayah Kota Semarang, Akuntan yang bekerja di kantor akuntan publik (KAP) yang telah memiliki pengalaman mengaudit dua tahun, Akuntan yang bekerja di badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) wilayah Semarang yang telah memiliki pengalaman mengaudit diatas dua tahun dan Akuntan yang bekerja diperusahaan yang telah memiliki pengalaman bekerja diatas dua tahun di wilayah Kota Semarang.

Rincian penyampaian dan pengembalian kuesioner menunjukkan tingkat pengembalian kuesioner keseluruhan (69,23%) dan tingkat pengembalian kuesioner yang dapat digunakan (46,15%).



Uji Kualitas Data

Uji reliabilitas dilakukan dengan menghitung cronbach’s alpha dari masing-masing instrumen dalam suatu variabel. Instrumen yang dipakai dalam variabel tersebut dikatakan andal (reliable) apabila memiliki cronbach’s alpha lebih dari 0,60 (Nunnaly, 1978 dalam andal (reliable) apabila memiliki cronbach’s alpha lebih dari 0,60 (Nunnaly, 1978 dalam Ghozali, 2005). Sedangkan pada pengujian validitas dengan uji homogenitas data dengan melakukan uji korelasional antara skor masing-masing butir dengan skor total (Pearson Correlation) harus menunjukkan korelasi yang positif dan signifikan pada level 0,01sampai dengan 0,05. Hasil pengujian reliabilitas dan validitas data dirangkum dalam tabel 5.4 berikut:

Slide1

Sumber: Data primer diolah, 2007



Tabel 2 menunjukkan tingkat konsistensi dan akurasi yang cukup baik. Pada uji konsistensi internal koefisien Cronbach’s Alpha menunjukkan tidak ada koefisien yang kurang dari nilai batas minimal 0,60 (Hair et al. 1998). Sedangkan pada pengujian validitas dengan uji homogenitas data dengan uji korelasional antara skor masing-masing item dengan skor total (Pearson Correlations) menunjukkan korelasi yang positif dan signifikan pada tingkat 0,01.

Sebelum data yang diperoleh diolah untuk dianalisis lebih lanjut, maka terlebih dahulu dilakukan uji normalitas. Dari tampilan uji K-S, nilai signifikansi masing-masing variabel diatas 0.05, artinya masing-masing variabel terdistribusi secara normal. Hasil uji lebih lanjut untuk persepsi terhadap etika bisnis dan etika profesi disajikan dalam tabel 3.

 Slide2

Berdasar hasil pengujian nomalitas pada tampilan tabel 3. diatas, nilai probabilitas untuk kedua variabel, yaitu variabel etika bisnis dan etika profesi masing-masing sebesar 0,753 dan 0,090. Nilai probabilitas tersebut diatas 0,050, hal ini berarti bahwa data variabel etika bisnis dan etika profesi terdistribusi secara normal.

Slide3

Uji Hipotesis I

Uji beda dilakukan dengan memperhatikan terpenuhinya asumsi kesamaan varians tiap variabel. Hasil Levene’s Test for Equality of Variances menunjukkan nilai F variabel Etika Bisnis sebesar 1,720 (sig.0,200) seperti yang tercantum dalam tabel 4 diatas. Signifikansi nilai F untuk variabel Etika Bisnis lebih besar dari 0,05 sehingga tidak signifikan yang berarti terdapat kesamaan varians tiap variabel.

Hasil uji beda dengan sampel secara independen terlihat pada tabel 5.6. Nilai t untuk tiap variabel pada signifikansi 5 % adalah etika bisnis 1,436 (0,162). Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata variabel etika bisnis tidak berbeda secara signifikan antara persepsi akuntan dengan jenis kelamin laki-laki maupun perempuan terhadap etika bisnis.

Untuk mengkorfirmasi analisis data, dapat dilakukan dengan melakukan pengujian Mann-Whitney U test. Hasil perhitungan hipotesis I menunjukkan bahwa dilihat secara keseluruhan angka yang terdapat pada kolom asymp.sig adalah 0,158 (diatas 0,05) yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi akuntan pria dan persepsi akuntan wanita terhadap etika bisnis seperti yang terdapat pada tabel 4 Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Murtanto dan Marini (2003) serta Ludigdo (1999) yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan antara persepsi akuntan pria dan akuntan wanita terhadap etika bisnis. Hasil penelitian dari Martadi dan Suranta (2006) juga menyimpulkan bahwa untuk masing-masing kelompok responden baik itu akuntan, mahasiswa, karyawan bagian akuntansi tidak terdapat perbedaan persepsi terhadap etika bisnis jika dipandang dari segi gender. Lebih jauh, Jamilah, Fanani dan Chandrarin (2007) menunjukkan pada hasil penelitiannya bahwa gender tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap pengambilan keputusan.



Uji Hipotesis Penelitian II

Hasil Levene’s Test for Equality of Variances menunjukkan nilai F variabel Etika Profesi sebesar 0,522 (sig.0,4760) bisa dilihat di tabel 4. Signifikansi nilai F untuk variabel Etika Profesi lebih besar dari 0,05 sehingga tidak signifikan yang berarti terdapat kesamaan varians tiap variabel.

Untuk mengkorfirmasi analisis data, dapat dilakukan dengan melakukan pengujian Mann-Whitney U test pada tabel 4. Hasil perhitungan hipotesis II menunjukkan bahwa dilihat secara keseluruhan angka yang terdapat pada kolom asymp.sig adalah 0,146 (diatas 0,05) yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi akuntan pria dan persepsi akuntan wanita terhadap etika profesi.

Hasil ini mendukung penelitian Martadi dan Suranta (2006) yang menyimpulkan bahwa untuk kelompok responden akuntan dan mahasiswa, tidak terdapat perbedaan persepsi terhadap etika profesi jika dipandang dari segi gender. Selain itu Nugrahaningsih (2005) juga menemukan hasil yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi etika profesi yang signifikan antara auditor pria dan auditor wanita. Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Murtanto dan Marini (2003) serta Ludigdo (1999). Meskipun wanita lebih etis daripada pria dalam memberikan persepsi terhadap situasi etika profesi (Reiss dan Mitra, 1998 dalam Nugrahaningsih, 2005), namun hal itu tidak mempunyai pengaruh kognitif dalam pemberian opini mengenai perilaku etis.

Temuan riset ini menunjukkan bahwa di antara responden laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan dalam hal persepsi terhadap etika, baik etika bisnis maupun etika profesi. Secara umum dapat disimpulkan bahwa temuan riset ini lebih mendukung pendekatan structural. Berbeda dengan pendekatan sosialisasi gender yang menyatakan bahwa perempuan cenderung tidak mau melakukan pekerjaan yang membahayakan pihak lain dan lebih cenderung menunjukkan perasaan yang kuat sehubungan masalah-masalah etis dibanding laki-laki, pendekatan struktural lebih menekankan bahwa individu akan bereaksi yang serupa terhadap permasalahan etika, tidak bergantung pada masalah gender (Betz et al, 1989 dalam Muthmainah, 2006).

Pendekatan struktural menyatakan bahwa perbedaan antara laki-laki dan perempuan disebabkan oleh sosialisasi sebelumnya dan persyaratan peran lainnya. Sosialisasi sebelumnya dikuasai/dibentuk oleh penghargaan (reward) dan cost sehubungan peran jabatan. Karena pekerjaan membentuk perilaku melalui struktur reward, laki-laki dan perempuan akan memberi respon yang sama pada lingkungan jabatan yang sama. Jadi pendekatan struktural memprediksikan bahwa laki-laki dan perempuan yang mendapat pelatihan dan jabatan yang sama akan memberikan persepsi etika yang sama pula. Intinya bahwa pendekatan struktural menyatakan tidak ada perbedaan signifikan dalam perilaku etis antara perempuan dan laki-laki.

Kemampuan seseorang untuk memberikan persepsi tentang perilaku tidak etis biasanya dihubungkan dengan faktor-faktor yang berkaitan dengan lingkungan (misalnya lingkungan tempat bekerja, kultur, situasi) dan faktor lainnya yang berkaitan dengan individu itu sendiri (misalnya pengaruh keluarga, nilai-nilai religius, pengalaman, karakteristik demografis). Ada sedikit keraguan pada pernyataan bahwa atribut individual berhubungan dengan alasan moral dan kode etik, namun ada keyakinan bahwa faktor-faktor individual menjadi determinan yang powerful pada standar etika personal (Bommer et al., 1987; Trevino, 1986).



 Kesimpulan

Berdasarkan hasil uji Independent-Samples T Test dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pria dengan akuntan wanita terhadap etika bisnis. Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 (sign 0,162). Tetapi terdapat kecenderungan bahwa akuntan wanita mempunyai persepsi terhadap etika bisnis cenderung lebih baik dibanding dengan akuntan pria. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ludigdo (1999) serta Murtanto dan Marini (2003) yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi antara akuntan pria dan akuntan wanita terhadap etika bisnis.

Berdasarkan hasil uji Independent-Samples T Test dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pria dengan akuntan wanita terhadap etika profesi (sign 0,202). Tetapi terdapat kecenderungan bahwa akuntan wanita mempunyai persepsi terhadap etika profesi cenderung lebih baik dibanding dengan akuntan pria. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Martadi dan Suranta (2006) yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi antara akuntan pria dan akuntan wanita terhadap etika profesi.



Sumber jurnal : http://www.unissula.ac.id/images/jurnal/fe/no1/poniman.pdf



Selasa, 18 Oktober 2016

Tugas Etika Profesi Akuntansi

Jurnal Analisis, Desember 2013, Vol. 2 No. 2 : 177 – 182 ISSN 2303-100X


PENGARUH ORIENTASI ETIKA DAN PENGALAMAN AKUNTAN TERHADAP MANAJEMEN LABA

The Influence of Orientation of Ethics and Experience of Accountants to The Management of Income

Kamaruddin¹, Abd Hamid², Tawakkal²
¹Jurusan Akuntansi, STIE YPUP Makassar
²Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Hasanuddin
Email : Kamaruddindp@yahoo.co.id


ABSTRAK
Manajemen laba yang banyak dilakukan selama ini dianggap legal, artinya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
akuntansi yang berterima umum, manajemen laba cenderung berbeda antara kelompok individu, perbedaan tersebut
dipengaruhi oleh karakter individu seseorang dan karakter lingkungan seseorang, orientasi etika dan pengalaman
merupakan karakter individu yang diidentifikasi dapat mempengaruhi persepsi seseorang dalam penilaian etika.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh orientasi etika dan pengalaman akuntan terhadap persepsi etis
tentang praktik manajemen laba. Penelitian ini dilakukan pada para akuntan yang bekerja di Makassar, jenis penelitian
ini menggunakan causalitas study, data diperoleh melalui penyebaran kuesioner, selanjutnya data dianalisis dengan
menggunakan analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orientasi etika berpengaruh positif
signifikan terhadap persepsi tidak etis tentang praktik manajemen laba, pengalaman akuntan berpengaruh positif
signifikan terhadap persepsi tidak etis tentang praktik manajemen laba, orientasi etika dan pengalaman akuntan
berpengaruh signifikan terhadap persepsi tidak etis tentang praktik manajemen laba.
Kata kunci: Orientasi etika, pengalaman akuntan, manajemen laba


ABSTRACT
Earnings management is mostly done so far is legal, that does not conflict with accounting principles generally
acceptable, earnings management tends to differ between groups of individuals, the difference is influenced by a
person's individual character and the character's environment, ethical orientation and experience an individual character
identified can affect one's perception of the ethical judgment. The study aimed to analyze the influence of ethical
orientation and ethical perceptions of accounting experience to the practice of earnings management. The research was
conducted on accountants who work in Makassar. This type of research uses causalitas stud, data obtained through the
questionnaire distribution, then the data were analyzed using multiple linear regression analysis. The results showed that
ethical orientation significant positive effect on perceptions of unethical practice of earnings management, accountant
experience significant positive effect on perceptions of unethical practice of earnings management, orientation ethics
and accounting experience significant effect on perceptions of unethical practice of earnings management.
Keywords: Orentation of ethic, experience akuntant, management of income


PENDAHULUAN
Berbagai penelitian tentang persepsi praktik
manajemen laba telah cukup banyak dilakukan.
Fischer dkk, (1995), Arlene (2005) menyebutkan
bahwa banyak manager yang menganggap
earnings management sebagai tindakan yang
wajar dan etis serta merupakan alat sah manajer
dalam melaksanakan tanggung jawabnya untuk
mendapatkan return perusahaan. Menurut
Merchant dkk, (1994), manajemen laba yang
banyak dilakukan selama ini dianggap legal,
artinya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
akuntansi yang berterima umum. Menurutnya,
ethical judgement terhadap earnings management
cenderung berbeda antara kelompok individu.
Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh karakter
individu seseorang dan karakter lingkungan
seseorang. Perbedaan penilaian tentang praktik
manajemen laba semakin menegaskan bahwa ada
faktor-faktor yang secara tidak sengaja dan tidak
diketahui menstimulus perilaku mereka terhadap
isu-isu etika. Orientasi etika merupakan salah satu
faktor individu (karakter individu) yang
diidentifikasi dapat mempengaruhi persepsi
seseorang dalam penilaian etika. Orientasi etika
(ethical orientation atau ethical ideology) adalah
suatu konsep diri dan perilaku pribadi yang
berhubungan dengan individu dalam diri
seseorang dan menunjukkan bahwa individu
mengadopsi ideologi tentang etika yang sangat
mempengaruhi bagaimana persepsi mereka
tentang permasalahan etika, Sasongko, dkk
(2007). Selain orientasi etika, pengalaman juga
diduga dapat mempengaruhi persepsi etis
seseorang terhadap suatu masalah etika. Dempsey, dkk (1993) dalam Sasongko (2007) menunjukkan
bahwa faktor-faktor lingkungan seperti budaya,
industri, organisasi dan pengalaman seseorang
mempengaruhi persepsi terhadap keberadaan etis
problem, alternatif-alternatif tindakan dan
konsekuensi-konsekuensinya. Pengalaman
mempunyai arti penting dalam upaya
perkembangan tingkah laku dan sikap seorang
akuntan. Hal tersebut dibuktikan oleh adanya
penelitian yang dilakukan oleh Larkin (2000)
dalam Sasongko dkk (2007) bahwa akuntan yang
berpengalaman cenderung lebih konservatif dalam
menghadapi situasi dilema etika.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Baharudin, dkk (2004), mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi persepsi profesi akuntan
terhadap praktik earning management, hasilnya
menunjukkan bahwa terdapat peranan positif dari
orientasi etika individu terhadap persepsi tentang
perilaku moral praktik earnings management.
Individu yang memiliki orientasi etika dengan
idealisme tinggi akan menilai praktik earning
management lebih keras yang berarti menganggap
bahwa praktik earning management adalah
tindakan yang tidak etis. Ziegenfuss, dkk (2000)
dalam Sasongko (2007) melakukan penelitian
tentang persepsi etis dan nilai-nilai individu
terhadap anggota Institute of Internal Auditor.
Hasilnya menyatakan bahwa orientasi etika
internal auditor mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap perilaku pengambilan
keputusan etis. Internal auditor dengan skor
idealisme yang tinggi akan cenderung membuat
keputusan yang secara absolut lebih bermoral
(favor moral absolute) dan sebaliknya. Sasongko
dkk (2007) dalam penelitiannya mengenai
pengaruh pengalaman audit, komitmen
profesional, orientasi etika dan nilai etika
organisasi terhadap pengambilan keputusan etis
internal auditor dalam situasi dilema etika.
Hasilnya menunjukkan bahwa baik secara
individual maupun secara simultan komitmen
professional, orientasi etika dan nilai etika
organisasi berpengaruh signifikan terhadap
pengambilan keputusan etis internal auditor dalam
situasi dilema etika, tetapi untuk variabel
pengalaman audit tidak berpengaruh. Nilai etika
organisasi pada sebuah organisasi secara positif
mempunyai pengaruh terhadap orientasi etika
seorang internal auditor. Sebuah organisasi yang
menjunjung tinggi nilai-nilai etika akan membawa
seorang internal auditor kepada orientasi etika
yang menjunjung tinggi pula nilai-nilai idealisme
dan selalu memegang teguh sesuai dengan aturan
yang berlaku. Untuk hubungan antara orientasi
etika dengan pengambilan keputusan etis juga
menunjukkan hasil yang positif yaitu bahwa
orientasi etika seorang internal auditor akan
berpengaruh secara positif terhadap keputusan
yang diambil dalam situasi dilema etika. Hal ini
seiring dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sasongko dkk, (2007) yang menyatakan orientasi
etika seseorang akan berpengaruh signifikan
terhadap pengambilan keputusan etis. Menurut
Zarkasyi dkk (2009) dalam studi statistik
deskriptifnya mengenai pentingnya ethical
orientation bagi akuntan publik, menunjukkan bahwa orientasi etika yang tinggi akan
mempengaruhi pada pengambilan keputusan yang
professional. Sehingga seorang akuntan dituntut
untuk memiliki orientasi etika yang tinggi dalam
menjalankan profesinya. Berdasarkan hal
tersebut, maka keterkaitan antara orientasi etika
dengan persepsi etis manajemen laba dapat
dirumuskan dalam hipotesis sebagai berikut:
H1: Orientasi etika berpengaruh positif terhadap
persepsi tidak etis akuntan tentang praktik
manajemen laba.
Menurut Dempsey dkk, (1993) dalam
Sasongko dkk (2007), pengalaman merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
persepsi individu tentang keberadaan masalah
etika. Manajemen laba merupakan salah satu
contoh permasalahan etika yang kontroversial,
dimana disatu sisi tindakan ini tidak melanggar
prinsip-prinsip akuntansi tapi disisi lain tindakan
ini melanggar etika bisnis karena dapat
mengurangi kredibilitas laporan keuangan apabila
digunakan untuk pengambilan keputusan oleh
pihak ekstenal. Larkin (2000), Kidwell, dkk
(2005) dan Glover dkk (2003) dalam Sasongko
dkk (2007) dalam penelitiannya masing-masing
menunjukkan hasil yang sama bahwa pengalaman
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
pengambilan keputusan etis. Artinya bahwa
dengan pengalaman seseorang mampu
mempertimbangkan secara lebih konservatif
keputusan-keputusan etis yang akan diambilnya.
Sedangkan Sasongko dkk (2007) menunjukkan
hasil yang berbeda, dalam penelitiannya tidak
ditemukan pengaruh pengalaman audit baik dalam
hubungannya dengan komitmen professional
maupun terhadap pengambilan keputusan etis.
Kusumastuti (2008) menunjukkan menunjukkan
hasil yang sama dengan Sasongko dkk (2007)
bahwa secara parsial pengalamaan berpengaruh
secara negatif dan tidak signifikan terhadap
pengambilan keputusan etis auditor. Artinya
semakin banyak pengalaman tidak berpengaruh
terhadap pengambilan keputusan etis auditor yang
dibuat. Dalam pengambilan keputusan etis
auditor, pengambilan keputusan tidak cukup
hanya dengan pengalaman saja tetapi faktor lain
yang harus diperhatikan seperti sikap, kebiasan
dan budaya individu. Namun secara simultan,
pengalaman bersama-sama komitmen
professional, etika organisasi dan gender
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pengambilan keputusan etis auditor berdasarkan
hasil. Profesi akuntan merupakan profesi yang
sering mengalami masalah-masalah etika bisnis
termasuk masalah manajemen laba. Akuntan yang
memiliki pengetahuan yang tinggi serta
pengalaman yang matang mampu menilai setiap
masalah etika yang sedang dihadapinya dengan
kritis, begitu juga dengan praktik manajemen laba
yang menimbulkan dampak merugikan bagi pihak
lain. Semakin berpengalaman seorang akuntan
maka akan semakin etis keputusan yang
diambilnya terhadap masalah etika. Berdasarkan
hal tersebut, keterkaitan antara pengalaman
akuntan dengan persepsi etis tentang praktik
manajemen laba dapat dirumuskan dengan
hipotesis sebagai berikut:
H2: Pengalaman akuntan berpengaruh positif
terhadap persepsi tidak etis akuntan tentang
praktik manajemen laba.
Orientasi etika merupakan suatu konsep diri
dan perilaku pribadi yang berhubungan dengan
individu dalam diri seseorang. Konsep orientasi
etika ini menunjukkan bahwa individu
mengadopsi ideologi tentang etika yang sangat
mempengaruhi persepsi mereka tentang
permasalahan etika termasuk masalah praktik
manajemen laba yang merupakan masalah
pelanggaran etika bisnis Sasongko dkk, (2007).
Adanya penilaian tentang persepsi etis praktik
manajemen laba tidak terlepas dari peran individu
yang memberikan persepsi tersebut. Selain konsep
dalam diri setiap individu, persepsi seseorang
terhadap suatu masalah juga dipengaruhi oleh
faktor luar salah satunya adalah pengalaman.
Akuntan yang memiliki pengalaman yang matang
akan mampu menilai setiap masalah etika
termasuk juga manajemen laba dengan kritis
dengan mempertimbangkan dampak kerugian atau
berdasarkan pengalaman sebagai seorang akuntan
yang didapat selama bekerja dalam bidang
akuntansi atau bisnis. Dengan demikian maka
hipotesis yang ketiga dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
H3: Orientasi etika dan pengalaman akuntan
secara simultan berpengaruh positif terhadap
persepsi tidak etis akuntan tentang praktik
manajemen laba.
Penelitian ini bertujuan untuk untuk menguji
apakah orientasi etika berpengaruh positif
terhadap persepsi tidak etis akuntan tentang
praktik manajemen laba, apakah pengalaman akuntan berpengaruh positif terhadap persepsi
tidak etis akuntan tentang praktik manajemen laba
dan apakah orientasi etika dan pengalaman
akuntan secara simultan berpengaruh positif
terhadap persepsi tidak etis akuntan tentang
praktik manajemen laba.


METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan desain penelitian
Penelitian ini merupakan replikasi dari
penelitian yang dilakukan oleh Arlene (2005). Penelitian ini dilakukan pada para akuntan yang
bekerja di Makassar. Variabel penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
adalag orientasi etika dan pengalaman akuntan
terhadap persepsi etis tentang praktik manajemen
laba.
Pengumpulan data
Teknik pengambilan sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu teknik pengumpulan data atas dasar strategi
kecakapan atau pertimbangan pribadi semata.
Analisis data
Metode analisis yang digunakan adalah
analisis regresi linear berganda (multiple linear
regression) dengan bantuan SPSS 17.0 For
windows. Hasil penelitian berupa analisis statistik
deksriptif dan teknik pengujian hipotesis.


HASIL PENELITIAN

Analisis Regresi Berganda
Pengujian hipotesis dilakukan dengan
menggunakan teknik regresi. Hasil pengolahan
data menunjukan persamaan regresi linear
berganda sebagai berikut :
Y = 0,505 + 0,177 X1 + 0,256 X2
Uji Statistik
Untuk menguji hipotesis pada penelitian ini
digunakan statistik t dan statistik F. Uji statistik t
digunakan untuk menguji signifikansi secara
parsial yaitu masing-masing variabel independen
berpengaruh signifikan ataukah tidak terhadap
variabel dependen pada tingkat signifikansi =5
persen. Uji statistik F digunakan untuk menguji
signifikansi secarasimultan yaitu secara bersama- sama apakah variabel independen (orientasi etika,
dan pengalaman akuntan ) berpengaruh signifikan
ataukah tidak terhadap manajemen laba pada
akuntan public dan akuntan manajemen pada
tingkat signifikansi = 5 persen.
Uji F (Uji Simultan)
Pengujian secara simultan (uji F),
dimaksudkan untuk mengetahui apakah variabel
orientasi etika, dan pengalaman akuntan secara
bersama-sama memiliki pengaruh terhadap
manajemen laba. Berdasarkan uji simultan
didapatkan nilai F statistik sebesar 51,582 dengan
nilai signifikansi 0,000 lebih kecil dari 0,05, maka
dapat diketahui bahwa secara simultan ada
pengaruh signifikan antara orientasi etika, dan
pengalaman akuntan terhadap manajemen laba
pada akuntan public dan akuntan manajemen di
Makassar.
Uji t (Uji Parsial)
Pengujian ini bertujuan untuk menguji
pengaruh variabel bebas (orientasi etika, dan
pengalaman akuntan) berpengaruh signifikan
ataukah tidak terhadap manajemen laba pada
akuntan public dan akuntan manajemen di
Makassar pada tingkat signifikansi =5 persen
secara terpisah atau parsial. Berdasarkan uji
parsial dapat disimpulkan sebagai bahwa;
pengaruh orientasi etika terhadap manajemen laba
pada akuntan public dan akuntan manajemen
berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai
signifikansi sebesar 0,000 < 0,05, maka
disimpulkan H1 diterima, artinya orientasi etika
berpengaruh positif terhadap persepsi tidak etis
akuntan tentang manajemen laba pada akuntan
public dan manajemen di Makassar. Pengaruh
pengalaman akuntan terhadap manajemen laba
pada akuntan public dan akuntan manajemen
berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai
signifikansi sebesar 0,000 < 0,05, maka
disimpulkan H2 diterima, artinya pengalaman
akuntan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap persepsi tidak etis akuntan tentang
manajemen laba pada akuntan public dan
manajemen di Makassar.
Koefisien Determinasi (R2)
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai
koefisien determinasi adjusted (R2) pada akuntan
di Makassar sebesar 0,412. Hal ini menunjukkan
bahwa besar pengaruh variabel independen yaitu orientasi etika dan pengalaman akuntan terhadap
variabel dependen persepsi tidak etis akuntan
tentang praktik manajemen laba yang dapat
diterangkan oleh model persamaan ini sebesar
41,20% sedangkan sisanya sebesar 58,80%
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar
penelitian.


PEMBAHASAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa sesuai
hipotesis 1 orientasi etika berpengaruh positif
signifikan terhadap persepsi tidak etis tentang
praktik manajemen laba. Hal itu berarti
membuktikan secara empiris bahwa orientasi etika
merupakan faktor yang mempengaruhi persepsi
etis atau penilaian moral seorang akuntan tentang
praktik manajemen laba. Akuntan yang memiliki
orientasi etika yang tinggi akan menilai praktik
manajemen laba lebih keras yang berarti
menganggap bahwa praktik earning management
adalah tindakan yang tidak etis. Hasil penelitian
ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan
oleh Ziegenfuss dkk (2000), Baharudin dkk
(2004), dan Sasongko dkk (2007).
Hasil uji hipotesis 2 menunjukkan bahwa
pengalaman akuntan berpengaruh positif
signifikan terhadap persepsi tidak etis akuntan
tentang praktik manajemen laba. Profesi akuntan
merupakan profesi yang sering mengalami
masalah-masalah etika bisnis termasuk masalah
manajemen laba. Akuntan yang memiliki
pengetahuan yang tinggi serta pengalaman yang
matang akan mampu menilai setiap masalah etika
yang sedang dihadapinya dengan kritis, begitu
juga dengan praktik manajemen laba yang
menimbulkan dampak merugikan bagi pihak lain.
Sehingga semakin berpengalaman seorang
akuntan maka akan semakin etis keputusan yang
diambilnya terhadap masalah etika. Hasil
penelitian ini konsisten dengan penelitian yang
dilakukan oleh Larkin (2000), Kidwell dkk,
(2005) dan Glover dkk (2003). Tetapi tidak
konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh
Kusumastuti (2008) dan Sasongko dkk (2007).
Hasil uji hipotesis 3 menunjukkan bahwa
orientasi etika dan pengalaman akuntan
berpengaruh secara simultan dan signifikan
terhadap persepsi tidak etis akuntan tentang
praktik manajemen laba. Hal itu membuktikan
bahawa semakin tinggi orientasi etika dan
pengalaman akuntan akan sangat mempengaruhi
penilaian etika atau persepsi etis seorang akuntan
terhadap suatu masalah praktik manajemen laba.
Orientasi etika merupakan konsep diri yang harus
dimiliki oleh setiap akuntan sebagai pihak
independen yang dipercaya oleh masyarakat
sedangkan pengalaman merupakan faktor luar
yang mampu mempengaruhi persepsi seorang
akuntan mengenai etis tidaknya suatu praktik atau
tindakan manajemen laba. Penelitian ini konsisten
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Kusumastuti (2008) dan Sasongko dkk (2007).
Hasil penelitian ini juga membuktikan
pernyataan yang dikemukakan oleh Merchant dkk
(1994), hal ini sejalan dengan penelitian Lontoh
dkk (2004) yang menyatakan bahwa ethical
judgment terhadap earnings management
cenderung berbeda antara kelompok individu,
dimana perbedaan tersebut dipengaruhi oleh
karakter individu seseorang dan karakter
lingkungan seseorang. Dalam penelitian ini
dibuktikan oleh faktor orientasi etika sebagai
faktor dalam (karakter seseorang) sedangkan
pengalaman akuntan merupakan faktor
lingkungan seseorang.


KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan
maka dapat diambil kesimpulan bahwa Orientasi
etika berpengaruh positif signifikan terhadap
persepsi tidak etis akuntan tentang praktik
manajemen laba. Hal ini menggambarkan bahwa
peningkatan orientasi etika pada akuntan akan
berdampak pada pengambilan keputusan yang
professional sehingga akan meningkatkan persepsi
tidak etis akuntan tentang praktik manajemen
laba. Pengalaman Akuntan berpengaruh positif
signifikan terhadap persepsi tidak etis akuntan
tentang praktik manajemen laba. Hal ini
menggambarkan bahwa peningkatan pengalaman
akuntan berdampak pada peningkatan kemampuan
akuntan untuk mempertimbangkan secara lebih
konservatif keputusan-keputusan etis yang akan
diambilnya. Orientasi etika dan pengalaman
akuntan berpengaruh signifikan terhadap persepsi
tidak etis tentang praktik manajemen laba. Hal ini
menggambarkan bahwa peningkatan orientasi
etika dan pengalaman akuntan akan berpengaruh
secara bersama-sama terhadap persepsi tidak etis
akuntan tentang praktik manajemen laba dalam
artian bahwa peningkatan orientasi akuntan
dengan mengadopsi ideology tentang etika dan peningkatan pengalaman yang membuat akuntan
matang sehingga mampu menilai setiap masalah
etika dan manajemen laba dengan kritis. Untuk
penelitian mendatang, sebaiknya menambah
variabel independen atau variabel moderating
guna mengetahui variabel-variabel lain yang dapat
mempengaruhi dan memperkuat atau
memperlemah variabel dependen karena
berdasarkan uji determinasi bahwa variabel
persepsi etis tentang praktik manajemen laba
sebesar 48,8% dijelaskan oleh faktor-faktor lain
yang tidak diikutsertakan dalam model penelitian.
Oleh karena itu untuk penelitian selanjutnya
disarankan untuk memasukan faktor-faktor seperti
nilai etika organisasi, gender dan komitmen
terhadap profesi kedalam model penelitian ini.


DAFTAR PUSTAKA

Arlene (2005) “Persepsi Mahasiswa Akuntansi
terhadap Manajemen Laba”, Tesis
Pasacasarjana, UI. Depok.
Baharudin, Ishar dan Heru Satyanugraha (2004)
”Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Persepsi Profesi Akuntan Terhadap Praktik
Earnings Management”, Media Riset
Akuntansi, Audit, dan Informasi Vol.4 No.1
hal.22,
Dempsey, Stephen J., Herbert G. Hunt III, and
Nicholas W Schroeder, (1993), “Earning
Management and Corporate Ownership
Structure: An Examination of Extraordinary
Item Reporting, Journal of Business Finance
& Accounting, 20(4), June, pp 479-500.
Fischer, Marilyn, dan K. Rosenzweig, (1995),
Attitudes of Students and Accounting
Practitioners Concerning the Ethical
Acceptability of Earnings Management,
Journal of Business Ethics 14: 433-444.
Glover, Arya AJ, dan Sunder, (2003), Ar
Unmanaged Earnings Always Better For
Shareholders?. Accounting Horizon
(Suplement).
Kusumastuti, Rika Dewi, (2008) ” Pengaruh
Pengalaman, Komitmen Profesional, Etika
Organisasi, Dan Gender Terhadap
Pengambilan Keputusan Etis Auditor”,
Skripsi FEIS UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta. Kidwell, David S, David W. Balck Well, David
A. Whidbee and Richard L. Peterson.,
(2005), Financial Institutions, Market and
Money, 9th ed., South Western/Part of
Thomson Corporation Inc., USA.
Larkin, J. M., (2000). The Ability of Internal
Auditors to Identify Ethical Dilemmas.
Journal of Business Ethics 23: pp 401-409.
Lontoh, Frederich Oscar L dan Lindarawati,
(2004) “Manajemen Laba Dalam Persepsi
Etis Akuntan”, Jurnal Widya Manajemen dan
Akuntansi Vol.4 No.1 : 1-26. Merchant, K. A., dan J. Rockness, (1994), The
Ethics of Managing Earnings: An Empirical
Investigation, Journal of Public Policy: 79- 94
Sasongko, Budi, Basuki, dan Hendrayanto (2007) “Internal Audit dan Dilema Etika”, STIE
Perbanas, Surabaya.
Zarkasyi, Srihadi W., (2009) “Pentingnya Ethical
Orientation Bagi Akuntan Publik: Suatu
Studi Deskriptif”, Department of Accounting,
Padjadjaran University, Oktober 2009.
Ziegenfuss, D.E, dan Martinson, O.B. (2000),
‘Looking at What Influences Ethical
Perception and Judgment, Management
Accounting Quarterly, Fall, pp. 41-47 2000,
‘Looking at What Influences Ethical
Perception and Judgment, Management
Accounting Quarterly, Fall, pp. 41-47.

Selasa, 19 April 2016

Toefl Question

Hegy Saputra
23213991

1.      The first recorded use of natural gas to light street lamps it was in the town of Frederick, New York, in 1825
                       A                                             B                                  C                    D     .
Answer : B (it was)
The use of the pronoun subject it is unnecessary; it should be omitted.

2.      The French Quarter is the most famous and the most old section of New Orleans.
                                                        A                 B                            C                         D
Answer : C (most old)
            The superlative form of a one-syllable adjective (old) is formed with the suffix -est: oldest.

3.      Liquids take the shape of any container which in they are placed.
                                            A               B                          C                             D
Answer : C (which)
 in The preposition must precede the relative pronoun: in which.

4.      Many communities are dependent on groundwater __________ from wells for their water supply.
(A) that obtained
(B) obtained
(C) is obtained
(D) obtain it
Answer : B (obtained)
The only correct way to complete this sentence is with a participle (obtained really means which is  obtained).

5.      Physical therapists help patients relearn how to use their bodies after disease or injure.
                                                                              A                  B                                  C                          D
Answer : D (injure)
            A noun (injury), not a verb (injure), is required.

6.      Not only ____________________ places of beauty, but they also serve scientific and educational purposes as well.
(A) are botanical gardens
(B) botanical gardens to be
(C) botanical gardens are
(D) to be botanical gardens
Answer : A (are botanical gardens)
A main verb, such as are, is required to complete the clause (to be is not a main verb), and the subject and verb must be inverted because the clause begins with the negative phrase not only.

7.      _________________ the best car to buy is a Mercedes Benz.
(A) Because of its durability and economy
(B) Because it lasts a long time, and it is very economical
(C) Because of its durability and it is economical
(D) Because durably and economy wise it is better than all the others.
Answer : (A) because of its durability and economy
Grammar : Adverbial clause of Reason

8.      Those students do not like to read novels _______________ text books.
(A) In any case
(B) Forgetting about
(C) Leaving out the questions
(D) Much less
Answer : (D) much less
Grammar : clause of contrast

9.      Before starting on a sea voyage, prudent navigators learn the sea charts, __, and memorize lighthouse locations to prepare themselves for any conditions they might encounter.
(A) Sailing directions are studied
(B) Study the sailing directions
(C) To direct sailing studies
(D) Studies direct sailing
Answer : (B) Study the sailing studies
Grammar : Gerund

10.  _____ the demands of aerospace, medicine, and agriculture, aengineers, are creating exotic new metallic substances.
(A) Meet
(B) Being met are
(C) To meet
(D) They are meeting
Jawab            : (C) To meet
Keyword        : the demands of aerospace
Pembahasan : Pola infinitive phrase: to infinitive + object of to infinitive
Kalimat tersebut menyatakan tujuan atau maksud. Maka dibutuhkan to infinitive prhase.
Sehingga pilihan phrase yang tepat untuk mengisi rumpang tersebut adalah to meet.

11.  _______ James A. Bland, “Carry Me Back to Old Virginny” was adopted is the state song of Virginia in 1940.
(A) Was written b
(B) His writing was
(C) He wrote the
(D) Written by
Jawab              : (D) Written by
Keyword         : James A. Bland
Pembahasan  : Kalimat di atas membutuhkan Adjective Phrase untuk menerangkan kata benda “Carry Me Back to Old Virginny”. Frasa ajektif yang paling tepat adalah Written by. Mengapa disebut frasa ajektif, karea past participle (v3) yang tidak ditemani bentuk be atau have adalah sebuah ajektif.

12.  Mary Garden, ______ the early 1900’s was considered one of the best singing actresses of her time.
(A) a soprano was popular
(B) in a popular soprano
(C) was a popular soprano
(D) a popular soprano in
Jawab            : (D) a popular soprano in
Keyword        : Mary Garden
Pembahasan : Kalimat pada soal membutuhkan Appositive Phrase. Mary Garden dan appositive phrase (a popular soprano)  memiliki makna yang sama. Maka jawaban yang tepat adalah a popular soprano in.

13.  In the realm of psychological theory Margaret F. Washburn was a dualist _____ that motor phenomena have an essential role in psychology.
(A) who she believed
(B) who believed
(C) believed
(D) who did she believe
Jawab            : (B) Who believed
Keyword        : a dualist
Pembahasan : Pola adjective clause : (Conj. + S + V).
Untuk menerangkan kata benda a dualist maka klausa yang tepat adalah who believed.

14.  On Ellesmere Island in the Arctic one fossil forest consist of a nearly hundred
                                                                                             A                 B
  large stumps scattered on an exposed coal bed.
                                C                       D
Jawab           : (B) a nearly 
Keyword       : hundred large stumps
Pembahasan : a nearly -> nearly. Kata “a nearly” tidak memerlukan indefinite article/determiner “a”, karena kata benda stumps adalah plural.

15.  The surface conditions on the planet Mars are the more like the Earth’s than are
                                A                                                     B                                C
       those of any other planet in the solar system.
                               D
Jawab            : (B) The more
Keyword        : the planet Mars
Pembahasan : the more -> more. Pola comparative: more ___ than ___ Maka seharusnya tidak perlu definite article “the” tapi cukup “more” saja.
16.  The midnight sun is a phenomenon in which the Sun visible remains in the sky
                                   A                                                    B                   C
       for twenty-four hours or longer.
                                                      D  
Jawab            : (B) visible remains
Keyword        : the sun
Pembahasan : visible remains -> remains visible. Kata the sun dalam anak kalimat di atas memerlukan predicate bukan noun phrase (visible remains). Yang tepat seharusnya remains visible.

17.  The Humber River and its valley form a major salmon-fishing, lumbering, hunting,
                                          A                B                C
       and farmer region in western Newfoundland, Canada.
                 D
Jawab            : (D) farmer
Keyword        : and
Pembahasan : farmer -> farming
Konjungsi and digunakan untuk menghubungkan kelas kata yang sederajat. Karena sebelum “and” bentuk katanya adalah gerund maka kata farmer seharusnya diubah dalam bentuk gerund juga yaitu farming.

18.  _________ was backed up for miles on the freeway.
 (A)      Yesterday
 (B)      In the morning
 (C)      Traffic
 (D)      Cars
Pembahasan Soal dan Jawaban
Dalam contoh di atas Anda melihat langsung bahwa ada sebuah kata kerja (verb), tapi tidak ada subjek. Jawaban (C) adalah jawaban yang tepat karena mengandung subjek tunggal "traffic" dan sesuai dengan kata kerja tunggal "was". Jawaban (A), "yesterday", dan jawaban (B),  "in the morning", bukanlah subjek, karenanya keduanya tidak benar. Meskipun jawaban (D), "cars", bisa jadi subjek,  itu pun tidak benar. Karena "cars"  berbentuk jamak, sehingga tidak sesuai dengan kata kerja tunggal "was"

19.  Engineers________ for work on the new space program.
(A)     necessary
(B)     are needed
(C)     hopefully
(D)     next month
Pembahasan Soal dan Jawaban
Dalam contoh ini, bahwa kalimat di atas, Engineers sebagai subject, namun tidak ditemukan kata kerja (verb). Karenanya, jawaban (B) merupakan jawaban paling tepat. Karena "are needed"  adalah kata kerja.  Sedangkan, jawaban (A), (C), dan (D) bukanlah verb, sehingga bukanlah jawaban yang benar.

20.  Fitzgerald_______ the society of the 1920's in his novel, The Great Gatsby.
(A)     reflect
(B)     reflects
(C)     are reflecting
(D)     have reflected
Pembahasan Soal dan Jawaban
Fitzgerald merupakan subjek orang ketiga tunggal. Maka, kata kerja yang mengikutinya juga harus dalam bentuk tunggal. Karenanya, jawaban yang tepat ialah (B).