PENTINGNYA PENGUNGKAPAN (DISCLOSURE) LAPORAN
KEUANGAN DALAM MEMINIMALISASI
ASIMETRI INFORMASI
(Kajian Literatur dan Riview Beberapa Artikel
Penelitian Terkait Pengungkapan)
Oleh
:
Ery Hidayanti
Sunyoto
STIE
Widya Gama Lumajang
Jurnal
WIGA Vol. 2 No. 2, September 2012 ISSN NO 2088-0944
ABSTRACT
Agency theory arising due to the
different interests between managers as agents of the owners of capital as a
principal. This problem arises from the desire berrnula the agency for not
acting in the best interests principal Jensen and Meckling (1976). The agent to
make a more informed decision to maximize their own welfare than the welfare
principal. This is where the asymmetry arises, as principal on the other hand
is in need of all the relevant information about the overall condition of the company,
but not rnempunyai access to internal corporate information, but the
information is very useful for making economic decisions.
Based on this phenomenon arising
from the lack of transparency in the financial statements of the agent causing
the authors formulate the problem associated with pendisclosuran purposes,
gains and losses as well as the relationship between pendisclosuran
pendisclosuran against asymmetry. Thus the aim of this paper is to describe the
importance of disclosure to the financial statements in order to overcome or
minimize the information asymmetry through the publication of financial
statements. Hopefully with a full disclosure by firms all relevant financial
information will ultimately be very useful for stakeholders and will reduce the
asymmetry of information that has been happening.
Keywords: Disclosure, financial reporting, information
asymmetry.
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang.
Kepemilikan dalam perusahaan merupakan salah satu
factor internal yang mempengaruhi pencapaian tujuan untuk memaksimalkan
kekayaan pemegang saham. Manajemen sebagai pihak yang melaksanakan operasional
perusahaan mempunyai kewajiban untuk memenuhi kepentingan pemegang saham, namun
disisi lain pihak manajemen juga mempunyai kepentingan untuk memaksimalkan
kesejahteraan mereka.
Adanya perbedaan kepentingan antara pihak yang mengendalikan perusahaan
(agen) dengan pihak pemegang saham (prinsipal) akan menyebabkan konflik
kepentingan (agent conflic).
Sebagaima yang dikemukakan oleh Jensen dan Meckling (1976) bahwa konflik
keagenan muncul akibat karena adanya kepentingan yang berbeda antara manajer
sebagai agen dengan pemilik modal sebagai prinsipal. Masalah yang tirnbul dari
hubungan keagenan ini sebenarnya berrnula
dari adanya hasrat pihak agen untuk tidak bertindak demi kepentingan terbaik
prinsipal. Pihak agen mungkin membuat suatu keputusan yang lebih memaksimalkan
kemakmurannya daripada kemakmuran principal.
Agen sebagai pihak yang mempunyai informasi tentang
kondisi perusahaan pada saat sekarang dan mendatang tidak akan memberikan semua
informasi yang dimilikinya kepada prinsipal dengan berbagai alasan seperti
kendala biaya penyajian informasi, waktu penyajian laporan dan keinginan untuk
menghindari risiko akan terlihat kelemahannya. Di sisi lain principal
memerlukan semua informasi yang relevan tentang kondisi menyeluruh perusahaan,
tetapi tidak rnempunyai akses terhadap informasi internal perusahaan, padahal
informasi tersebut sangat berguna untuk pengambilan keputusan ekonomis, dan hal
itu menimbulkan asimetri informasi .
Asimetri informasi sangat terasa pengaruhnya dalam
dunia akuntansi. Kompleksitas lingkungan akuntansi disebabkan karena produk
dari akuntansi adalah informasi yang merupakan komoditas yang sangat kuat dan
penting. Kuatnya posisi informasi tidak terlepas dari kemampuanya yang tidak
hanya rnempengaruhi keputusan individu, tetapi juga turut mempengaruhi
operasional pasar, seperti pasar sekuritas dan pasar tenaga kerja manajerial
(Scott:2003).
Perwujudan akuntabilitas sangat penting bagi
pemegang saham (principal) dan para
stakeholder lainnya
|
untuk
|
mendapatkan
|
informasi yang
akurat
|
dan
|
tepat
waktu
|
mengenai semua informasi
potensial yang harus diungkapkan oleh perusahaan (Emerzon, 2007:97). Pandangan
ini menunjukkan luasnya pengungkapan perusahaan yang erat kaitannya dengan
mekanisme untuk mengurangi asimetri informasi guna menekan konflik kepentingan
yang muncul akibat adanya pemisahan kepemilikan dengan pengelolaan.
Sejumlah penelitian empiris telah memberikan bukti
bahwa disclosure mempunyai hubungan yang signifikan dengan asimetri informasi
dalam hal kemampuannya untuk mengurangi asimetri informasi. Seperti yang
disampaikan dalam penelitiannya Healy dan Palepu (1993) yang menyatakan bahwa
pengungkapan rnerupakan salah satu cara untuk mengurangi asimetri informasi dan
dijelaskan pula bahwa proses pelaporan keuangan yang seharusnya merupakan
mekanisme yang berguna bagi manajer untuk berkomunikasi dengan investor temyata
tidak efektif. Ketidaksempurnaan proses tersebut diantaranya disebabkan oleh
keunggulan informasi yang dimiliki oleh manajer dan hal ini dapat menimbulkan
asimetri informasi.
Penelitian empiris telah banyak dilakukan terkait dengan disclosure
laporan keuangan baik konsisten ataupun tidak konsisten. Diamond dan Venecchia
(1991) dalam Khomsiyah dan Susanti (2003) menyatakan bahwa pengungkapan laporan
keuangan akan mengurangi asimetri informasi yang didukung pula dari hasil
penelitian Greenstein dan Sami (1994) dalam Mardiyah (2002) yang menjelaskan
bahwa informasi asimetris berkurang dengan adanya disclosure laporan keuangan.
Healy dan Palepu (1993) dalam penelitian menjelaskan bahwa pengungkapan
rnerupakan salah satu cara untuk mengurangi asimetri informasi dan dijelaskan
pula dalam penelitiannya bahwa proses pelaporan keuangan yang seharusnya
merupakan mekanisme yang berguna bagi manajer untuk berkomunikasi dengan
investor. Hal ini tidak didukung oleh hasil penelitiannya Lev (1988) yang
menjelaskan bahwa pengukuran yang dapat diamati dari likuiditas pasar digunakan
untuk mengidentifikasi level asimetri dalam menghadapi partisipan di pasar
modal. Lev menyatakan bahwa pengungkapan yang penuh (full disclosure) seharusnya
mengurangi ketidakadilan diantara para
investor karena adanya penurunan asimetri informasi melaiui akses yang sama
terhadap informasi. Disini dapat dilihat bahwa masih banyak perdebatan dari
hasil penelitian yang dilakukan terhadap disclosure laporan keuangan.
Dengan demikian bahwa penelitian ini masih
mempunyai banyak peluang untuk dapat dikembangkan untuk penelitian berikutnya
diantaranya tentang keberadaan disclosure voluntary dalam lingkungan perusahaan
untuk mengurangi asimetri informasi, juga Faktor pengawasan dan serta incentive
agen factor diluar disclosure yang harus dipertimbangkan dalam meminimalisasi
informasi asimetri.
2.
Rumusan
Berdasarkan uraian
dan penjelasan
diatas peneliti ingin mengkaji permasalahan mengenai tujuan
pendisclosure, keuntungan dan kerugian atas pendisclosure serta konsekuensinya
khususnya bagi para stakeholder.
3.
Tujuan
Tujuan
penulisan ini bisa memberikan
gambaran tentang pentingnya penggunaan pengungkapan (disclosure) atas
laporan keuangan dalam upaya untuk meminimalisasi asimetri informasi.
PEMBAHASAN
Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori keagenan yang lahir sekitar tahun 1970an,
berawal dari adanya bentuk koorporasi Yang memisahkan dengan tegas antara
kepemilikan perusahaan dengan control atau dengan kata lain ada pemisahan yang
jelas antara pemilik perusahaan dengan pihak manajemen. Semakin rumit dan
besarnya suatu perusahaan membuat pihak pemilik tidak bisa secara intensif
mengelola perusahan yang sehingga meminta pihak manajemen untuk mengelola
kelangsungan hidup perusahaan dalam usahanya mendapatkan profit. Selanjutnya manajemen dianggap sebagai agen dan pemilik dianggap
sebagai principal. Hubungan tersebut oleh banyak ahli disebut dengan hubungan
keagenan.
Teori
keagenan ini dikemukakan oleh
Michael C.Jensen dan William H.Meckling
pada tahun 1976 menyatakan bahwa hubungan keagenan
merupakan suatu kontrak, di mana pihak principal yang terdiri dari satu atau
lebih orang mengikat perjanjian dengan pihak agen untuk melaksanakan sejumlah
Jasa nama Prinsipal yang mencakup pendelegasian sejumlah kekuasaan untuk
membuat keputusan kepada pihak agen. Hubungan tersebut memberi konsekuensi,
bahwa manajernen yang telah diberi otorisasi dalam pengambilan keputusan secara
sadar harus bertindak dalam konteks yang memberi keuntungan kepada principal .
Menurut Horne dan Warchowicz
(1998:482) bahwa manajemen merupakan agen (wakil) dari pemegang saham sebagai
pemilik perusahaan. Para pemegang saham berharap agen akan bertindak atas
kepentingan mereka dalam perusahaan, sehingga perlu adanya pendelegasikan
wewenang kepada agen. Menurut Scott (2003) teori keagenan merupakan versi
theory yang memodelkan proses kontrak antara dua orang atau lebih dan
masing-masing pihak yang terlibat dalam mencoba mendapatkan yang terbaik bagi
dirinya. Disini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa baik agen maupun principal
keduanya mencoba mendapatkan yang terbaik dengan informasi yang dimiliknya
dimana agen mendapatkan informasi yang lebih banyak dari pada principal.
Eisenhardt
(1989) dalam Mardiyah (2002)
menyatakan bahwa teori keagenan
menggunakan
3 asumsi. Yaitu:
1.
Manusia pada umumnya mementingkan
diri sendiri
2.
Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai
persepsi masa depan
3.
Manusia selalu menghindari
risiko. Untuk dapat melaksanakan fungsinya
dengan baik , manajemen harus diberikan insentif
dan pengawasan yang memadai. Pengawasan dapat dilakukan dengan pengikatan agen,
pemeriksaan laporan keuangan, dan pembatalan terhadap keputusan yang dapat
diambil oleh manajemen. Kegiatan pengawasan pasti membutuhkan biaya yang
disebut dengan biaya agensi. Biaya agensi menurut Horne dan Warchowicz
(1998:482) adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen
untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian
kontraktual perusahaan dengan kreditor dan pemegang saham.
Selain itu teori ini disusun
untuk mengurangi konflik antar berbagai kelompok kepentingan, pemegang saham
dengan pemegang utang juga pemegang saham dengan manajemen. Konflik yang
terjadi pada manajemen dan pemegang saham dinamakan dengan agency conflic.
Agency conflik atau konflik berkepentingan
antara manajer, pemegang saham dan kreditur dalam hal ini pihak ketiga. Konflik
antara manajemen dengan pemegang saham timbul karena terjadi penyimpangan oleh
manajemen dalam melakukan aktivitasnya untuk mencapai tujuan yaitu memaksimalkan
kemakmuran pemegang saham. Manajemen lebih mementingkan kemakmuran pribadinya,
seperti penyediaan fasilitas kantor yang mewah, dan fasilitas lainnya yang
kurang profitable. Konflik kepentingan yang lain terjadi antara pemegang saham
dengan kreditur, yang timbul karena adanya persepsi debt holder yang menganggap dirinya dieksploitasi oleh pemegang
saham. Anggapan ini timbul karena jika perusahaan sukses dengan menggunkan dana
utang maka yang paling banyak menikmati adalah pemegang saham, sebaliknya jika
perusahaan gagal / pailit maka resiko akan ditanggung oleh
kreditur. Pada umumnya para manajer mempunyai kepemilikan saham dalam
perusahaan dengan jumlah yang relatif kecil, dan pada kondisi ini tujuan yang
lebih diutamakan adalah kepentingan pihak manajemen dari pada mengutamakan
pemegang saham (Brigham dan Gapenski, 1999:16).
Teori keagenan mengasumsikan hubungan keagenan yang
merupakan suatu kontrak dimana prinsipal yang terdiri dari satu atau lebih
orang mengikat perjanjian dengan pihak agen untuk melaksanakan sejumlah atas
nama prinsipal yang mencakup pendelegasian sejumlah kekuasaan untuk membuat
keputusan kepada pihak agen. Hubungan tersebut memberikan konsekuensi bahwa
manajemen yang telah di beri otorisasi dalam pengambilan keputusan secara sadar
harus bertindak dalam kontek yang memberi keuntungan kepada principal. Tetapi
dalam pelaksanaanya timbul permasalahan dimana terdapat ketidakseimbangan
penerimaan informasi karena pihak dalam hal ini agen memiliki informasi yang
lebih baik.
Asimetri Informasi (Asymmetric Information
Theory)
Laporan akuntansi dimaksudkan untuk digunakan oleh
berbagai pihak termasuk manajemen perusahaan. Namun yang paling berkepentingan
adalah para pengguna ekternal. karena kelompok ini berada dalam kondisi yang
paling besar ketidakpastiannya. Para Pengguna internal (pihak manajemen)
memiliki kontak langsung dengan entitas atau perusahaanya dan mengetahui
peristiwa peristwa signifikan yang terjadi sehingga tingkat ketergantungannya
terhadap informasi akuntansi tidak sebesar para pengguna ekternal. Situasi ini
memicu munculnya suatu kondisi yang disebut asimetri informasi.
Teori ini pertaman kali diketemukan oleh Myers dan Majluf (1977).
Teori ini berhubungan erat dengan signaling yang mengatakan bahwa prilaku
pihak-pihak yang berhubungan dengan perusahaan tidak mempunyai informasi yang
sama mengenai prospek dan resiko perusahaan. Pihak tertentu (manajer) mempunyai
informasi yang lebih baik dibandingkan dengan pihak lainnya (investor). Karena
itu bisa dikatakan terjadi asimetris informasi antara manajer dengan investor
(Lukas, 2008:314)
Asymmetric
Information atau ketidaksamaan informasi menurut Brigham dan Houston, (1999:35)
dalam Saidi, 2001 adalah situasi di mana manajer memiliki informasi yang
berbeda (yang lebih baik) mengenai prospek perusahaan dari pada yang di miliki
investor.
Menurut Diantimala dan Hartono (2001) dijelaskan bahwa Asimetri
informasi adalah penyebaran informasi yang tidak merata dalam pasar. Dan
penelitian ini disukung oleh Scott (2008) lebih tegas menyatakan bahwa
asimetri-.informasi merupakan salah satu kondisi dalam transaks bisnis dimana
salah satu pihak yang terlibat dalam transaksi, tersebut memiliki keunggulan dan
kelebihan informasi dibandingkan dengan pihak lain. Dengan kata lain, dalam
asimetri infirrmasi terdapat ketidakkseimbangan penerimaan informasi karena
satu pihak rnemiliki informasi yang lebih banyak masalah yang timbul dari
agency relationship sebenamya bermula dari adanya hasrat pihak manajemen untuk
bertindak demi kepentingan terbaik dari pinsipal. Contoh klasik dari fenomena
ini, di mana pemilik dari perusahaan menyewa atau memperkejakan seorang
rnanajer untuk rnengoperasikan perusahaanya dan menginginkan manajemen untuk
membuat keputusan-keputusan yang memberi nilai tarnbah bagi kekayaan pemilik,
tetapi manajemen malah tidak bertindak seperti yang diinginkan oleh prinsipal.
Manajemen seringkali membuat keputusan yang memaksimalkan kekayaan diri manajemen
dari pada untuk mernaksimalkan kekayaan principal.
Pengungkapan (Disclosure)
Definisi tingkat disclosure adalah tingkat
pengungkapan atas informasi yang diberikan sebagai lampiran pada laporan
keuangan dalam bentuk catatan kaki atau tarnbahan. Informasi ini menyediakan
penjelasan yang lebih lengkap mengenai posisi keuangan dan hasil operasi
perusahaan. Informasi penjelasan mengenai kesehatan keuangan dapat juga
diberikan dalam laporan pemeriksaan. Semua materi harus diungkapkan termasuk
informasi kuantitatif dan kuantitatif yang akan sangat membantu pengguna
laporan keuangan (Siegedl dan Shim 1994:147).
Pengungkapan informasi keuangan juga didasarkan
pada prinsip pengungkapan yang menurut scott (2009:452) di nyatakan ke dalam
simple argument dan inside information. Hal ini disebabkan karena pihak
eksternal tidak mengetahui inside information tapi disisi lain manajemen ingin
mengungkapan good news. Kejujuran manajemen sangatlah penting dan diharapkan
oleh pihak eksternal untuk juga mengungkapkan bad information.
Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
lebih menekankan pengungkapan informasi yang memadai sebagaimana dinyatakan
dalam standar pelaporan ketiga bahwa pengungkapan informative dalam laporan
keuangan harus dipandang memadai. Makna dari kata memadai juga diungkap dalam
penelitian rura (2011) bahwa tingkat minimum yang harus dipenuhi agar laporan
keuangan tidak menyesatkan stakeholder. Sementara pengungkapan penuh menuntut
penyajian secara penuh semua infomasi yang berkaitan dengan pengambilan
keputusan.
Pengungkapan penuh bertujuan agar laporan keuangan menjadi efektif dan
menyaratkan semua informasi disajikan dengan
tidak bias, dapat dipahami dan tepat waktu. Dengan demikian pengungkapan penuh
akan memenuhi kepentingan stakeholder.
Tujuan perusahaan mendisclosure kan laporan keuangannya
Menurut SFAS 105 (paragraf 71-86) yang dikeluarkan
oleh FASB dalam Johnson (1992) menyebutkan adanya empat tujuan dari disclosure
laporan keuangan, yang pertama menggambarkan item diakui dan menyediakan
pengukuran yang relevan . Disini dapat dijelaskan bahwa item itu masih ada
pengukuran lain selain pengukuran yang terdapat dalam laporan keuangan. Kedua
menggambarkan item yang tidak diakui dan menyediakan pengukuran yang berguna
untuk item yang tidak diakui tersebut. Ketiga menyediakan informasi yang dapat
membantu investor dan kreditur dalam mempertimbangkanri risiko dan potensi dari
item yang diakui dan tidak diakui.Disini mengandung pengertian bahwa dengan
pengungkapan dapat membantu calon investor dan investor dalam mempertimbangkan
tingkat resiko yang akan diterima mengingat dalam investasi tidak bisa
diabaikan karena adanya berbagai kondisi yang tidak pasti. Keempat dengan
pengungkapan dapat menyediakan informasi interim yang penting disaat isu-isu
akuntansi lainnya masih sedang dipelajari secara lebih mendalam.
Perusahaan
dalam mengungkapkan laporan keuangannya menurut Dahlan (2003) bersifat
mandatory dan voluntary. Mandatory Disclosure merupakan disclosure yang wajib dikemukakan
oleh perusahaan, khususnya perusahaan publik kepada masyarakat. Di Indonesia
badan khusus yang menangani tentangregulasikewajibandisclosureiniadalah Badan
Pengawas Pasar Modal (Bapepam), kedua adalah Voluntary Disclosure, merupakan disclosure yang diberikan oleh
perusahaan diluar item-item yang diwajibkan untuk di-disclose. Voluntary disclosure
ini disesuaikan sesuai dengan kebijakan perusahaan guna pemberikan
informasi yang lebih relevan serta meningkatkan kinerja perusahaan di bursa
saham.
Dan terkait dengan tujuan perusahaan mendisclosure
laporan keuangan ini dapat dijelaskan dalam beberapa penelitian empiris seperti
Hendriksen (2002) yang menjelaskan mengenai pengungkapan laporan keuangan, yang
menurut Hendriksen merupakan satu cara untuk menyampaikan informasi yang
terdapat dalam laporan keuangan suatu perusahaan. Dan Full disclosure principle mengharuskan pengungkapan semua keadaan
dan kejadian yang membuat suatu perbedaan bagi pengguna laporan keuangan
(Weygandt et al 1999:526).
Wolk dkk.(1991) dalam Subroto (2004) menyatakan
bahwa alasan pentingnya pengungkapan pada masa mendatang adalah karena
lingkungan bisnis tumbuh semakin kompleks dan pasar modal mampu menyerap dan
mencerminkan informasi baru dalam harga saham secara cepat dan prinsip ini
dipenuhi dengan cara menyajikan data yang terdapat pada laporan keuangan dan
informasi pada catatan catatan atas laporan keuangan utama.
Terkait dengan perusahaan yang go public di
Indonesia atas pengungkapan laporan keuangan diatur dalam pedoman penyajian dan
pengungkapan perusahaan go publik. Atas dasar itu dikeluarkan Surat Edaran
Ketua Bapepam atas tujuan pengungkapan laporan keuangan tanggal 27 desember
2002 yang menjelaskan tentang penyediaan informasi yang menyangkut posisi
keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang
bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Dijelaskan pula bahwa laporan keuangan yang disusun untuk tujuan ini
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna. Suatu laporan keuangan bermanfaat bagi sejumlah besar
pengguna apabila informasi yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut dapat
dipahami, relevan, andal dan dapat diperbandingkan. Namun demikian, perlu
disadari bahwa laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin
dibutuhkan pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. Secara umum, laporan
keuangan menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian masa lalu, dan tidak
diwajibkan untuk menyediakan informasi non keuangan.
Keuntungan Dan Kerugian Pengungkapan (disclosure)
/ Konsekuensi Pengungkapan Atas Laporan Keuangan Bagi Perusahaan
Konsekuensi dilaksanakannya pengungkapan laporan
keuangan bagi perusahaan kepada publik/stake holder yang ada sangat
mempengaruhi keberadaan perusahaaan Dahlan (2003). Konsekuensi pengungkapan
laporan keuangan bisa dalam bentuk keuntungan dan kerugian. Keuntungan
mendisclosurekan diantaranya meliputi: Adanya pengungkapan terperinci mengenai
produk baru yang dapat digunakan perusahaan untuk menyampaikan prospek
perusahaan dimasa yang akan datang kepada para pemegang sahamnya, (Darrough;1993).
Disclosure dalam dunia investasi
dapat berperan sebagat Public
relation bagi Perusahaan yang berhubungan dengan Komunitas investasi setiap
saat sehingga melalui disclosure masyarakat investasi dapat mengetahui
keberadaan sebuah Perusahaan (Elliottd an Jacobson:1994). Dengan Disclosure
juga dapat mengurangi resiko timbulnya biaya ligitasi bagi perusahaan. ( Elliot
dan Jacobson:1994), serta dapat memperbaikan likuiditas saham dan Voluntarv disclosure akan mengurangi asimetri informasi diantara informet dan uninformed investor, sehingga untuk
perusahaan dengan tingkat disclosure yang tinggi akan meningkatkan likuiditas
saham perusahaan. (Diamond dan I Venechia :1991; Kim dan Verrechia,1994 dalam
Dahlan 2003: Elliott-dan Jacobson 1994), mengurangi Cost of equity capital yang berarti dengan disclosure perusahaan
dapat mengurangi informasi asimetris yang terjadi dipasar modal, dan dapat
menurunkan asimetri informasi yang akan menurunkan biaya Cost Of Equity.
(Botosan , 1997), Disclosure juga dapat mengurangi resiko investasi untuk
investor luar, sehingga terdapat rasa aman dalam berinvestasi ( Elliot dan
Jacobson:1994), Disclosure dapat meningkatkan likuiditas pasar modal nasional
secara keseluruhan. (Elliot dan Jacobson:1994), serta Disclosure yang dibuat
perusahaan dapat meningkatkan pemakaian jasa intermediasi financial, seperti
jasa sekuritas (Dahlan:2003).
Bentuk Kerugian dengan disclosure
meliputi (1) Pelaksanaan disclosure dapat mengungkapkan strategi kepada para
pesaing, sehingga memungkinkan menurunkan keunggulan kompetitif suatu
perusahaan (Darrough, 1993). Biasanya perusahaan public sangat sensitif dalam
mengungkapan informasi yang mungkin dapat menurunkan daya saing perusahaan,
Adanya biaya yang harus dikeluarkan untuk membuat disclosure, sementara pihak
yang mengambil manfaat dari disclosure tidak mau membayar karena beranggapan
laporan keuangan perusahaan merupakan public
good, dan ini meningkatkan harga jual (konsumen yang membayar). Peningkatan
harga jual ini berpengaruh terhadap jumlah sehingga akan mempengaruhi kinerja
perusahaan secara keseluruhan (Elliot dan Jacobson:1994).
Menurunnya Daya saing perusahaan
dapat berupa perubahan dalam hal Informasi mengenai tehnologi dan informasi
yang semakin canggih, strategi, rencana dan taktik serta mengenai operasi
perusahaan.
Hubungan Antara Pengungkapan Informasi Dengan Asimetri Informasi.
Asimeti informasi merupakan salah satu kondisi dalam transaksi bisnis
dimana salah satu pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut memiliki
keunggulan dan kelebihan informasi dibandingkan dengan pihak lain. dalam asimetri
informasi terdapat ketidakseimbangan penerimaan informasi karena satu pihak
memiliki informasi yang lebih baik. Mengingat pentingnya informasi bagi principal untuk pengambilan keputusan
yang optimal, maka untuk mengatasi asimetri informasi tersebut diperlukan
adanya pengungkapan disclosure
terhadap laporan keuangan perusahaan. Hal ini telah dibuktikan secara empiris
oleh sejumlah peneliti, yakni bahwa pengungkapan (disclosure) dapat mengatasi
atau meminimalisasi asimetri informasi. Ketidakseimbangan informasi formasi
tersebut menyebabkan munculnnya perilaku adverse
selection dan moral hazard dan
ini akan menimbulkan ketimpangan informasi.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas secara
sederhana dapat dikatakan bahwa disclosur mempunyai hubungan dengan asimetri
informasi, yakni disclosure dapat digunakan untuk mengatasi atau meminimalisasi
asimetri informasi. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Melalui publikasi
laporan keuangan yang didalamnya termasuk disclosure,
pasar dapat menilai sejauh mana perusahaan telah mengungkapkan semua informasi
relevan. Jika semua informasi relevan telah di-disclose, berarti asimetri
informasi seharusnya berkurang. Berkurangnya asimetri informasi dapat diketahui
dari bid-ask spread. Sernakin kecil bid-ask spread yang tejadi mengindikasikan
berkurangnya asimefi informasi. Menurunnya bid-ask spread juga mencerminkan
respon positif pasar terhadap informasi yang terkandung dalam publikaai laporan
keuangan, termasuk disclosurnya.
SIMPULAN
Dengan
melihat pemaparan dan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa teori keagenan
(agency theory) dapat menjelaskan dan memaparkan bagaimana asimetri informasi
terjadi. Dalam teori ini juga mengasumsikan
adanyahubungankeagenanyangmerupakansuatu kontrak, dimana pihak prinsipal yang
terdiri dari satu atau lebih orang mengikat pejanjian dengan pihak agen untuk
melaksanakan sejumlah jasa atas nama prinsipal yang mencakup pendelegasian
sejumlah kekuasaan untuk membuat keputusan kepada pihak agen. Hubungan tersebut
memberi konsekuensi bahwa manajemen yang telah diberi otorisasi dalam
pengambilan keputusan secara sadar harus bertindak dalam kontek yang memberi
keuntungan kepada principal. Tetapi dalam pelaksanaanya timbul permasalahan
dimana terdapat ketidakseimbangan penerimaan informasi karena satu pihak dalam
hal ini agen memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan principal dan
pihak agen tidak mau mengungkapkan seluruh informasi yang dimilikinya untuk
keuntungan pribadinya.
Dalam
asimetri informasi terdapat ketidakseimbangan penerimaan informasi karena satu
pihak memiliki informasi yang lebih banyak dari pihak yang lain. Mengingat
pentingnya informasi bagi principal untuk pengambilan keputusan yang optimal,
maka untuk mengatasi asimetri informasi tersebut diperlukan adanya
pengungkapann disclosure terhadap laporan keuangan perusahaan. Hal ini telah
dibuktikan secara empiris oleh sejumlah peneliti, yakni bahwa pengungkapan
(disclosure) dapat mengatasi atau meminimalisasi simetri informasi.
Keuntungan
dan kerugian sebagai dampak yang dirasakan oleh perusahaan yang mendisklosure
laporan keuangannya dapat dilihat dari beberapa indicator. Namun demikian
tujuan utama memenuhi kebutuhan para stakeholder dapat dicapai.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Aljifri, Khaled dan Khaled
Hussainey, 2006. The Determinants of Forward-looking Information in Annual
Report of UAE Companies, Working Paper,
United Arab Emirates.
Chariri, Anis dan Imam Ghozali.
2003. Teori Akuntansi Edisi Revisi. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
Chow, Chee W. dan Adrian
Wong-Boren. 1987. Voluntary Financial Disclosure By Mexican Corporasions. The Accounting Review 62 (3):533-540.
Departemen Keuangan RI, Bapepam.
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor Kep-06/PM/2000 tentang
Perubahan Peraturan Nomor VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan.
Surat Edaran Ketua Badan Pengawas
Pasar Modal Nomor No.SE-02/PM/2002 tentang Pedoman Penyajian dan Pengungkapan
Laporan Keuangan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Industri Manufaktur.
Fitriyani. 2001. Signifikansi Perbedaan Tingkat Kelengkapan Wajib dan Sukarela pada
Laporan Keuangan Perusahaan Publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
Simposium Nasional Akuntansi IV
Surabaya:133-153.
Hendriksen, Eldon S. 1994. Teori Akuntansi Edisi 4. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Healy, Paul M. dan Krishna G.
Palepu. 1993. The Effects of Firms’ Financial Disclosure Strategies on Stock
Prices.
Accounting Horizons 7(1):1-11.
Ikatan Akuntan
Indonesia. 2007. Standar
Akuntansi Keuangan Per 1 September
2007. Penerbit Salemba Empat.
Jakarta.
Jensen, Michael C. dan William
Mecking. 1976. Theory of the Firm, Managerial Behavior, Agency, and Ownership
Structure. Journal of Financial Economics 3 (4):305-360.
Karin, A.K.M. Waresul dan Jamal
Uddin Ahmed. 2005. Determinants of IAS DisclosureCompliance in Emerging
Economies: Evidence From Exchanges-Listed Companies in Bangladesh.
Working Paper 21:1-28.
Khomsiyah dan Susanti. 2003.
Pengungkapan, Asimetri Informasi dan Cost of Capital.
Simposium Nasional Akuntansi VI
Surabaya.1008-1018.
Komalasari, Puput Putri dan Zaki
Baridwan. 2001. Asimetri dan Cost of
Equity Capital. Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia 4 (1): 64-81.
Mardiyah, Aida Ainul. 2002. Pengaruh
Asimetri Informasi dan Disclosure
Terhadap Cost
of Capital. Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia 5
(2):229-255.
Marwata. 2001. Hubungan Antara Karakteristik Perusahaan Dan Kualitas Ungkapan Sukarela Dalam Laporan Tahunan Perusahaan Publik Di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi IV IAI-KAPd. 155-173.
Meek, Gary K., Clare B, Robert dan Sidney J. Gray.
1995. Factors Influencing Voluntary Annual Report Disclosures
by U.S., U.K., and Continetal European
Multinational Corporasions. Journal of
International Business Studies 26
(Third Quarter) :555-572.
Murni, Siti Asiah. 2004. Pengruh
Luas Ungkapan Sukarela dan Asimetri Informasi Terhadap Cost of Equity Capital Pada
Perusahaan Publik di Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 7 (2): 192-206.
Naim, Ainun dan Fuad Rakhman.
2000. Analisis Hubungan Antara Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan Dengan
Struktur Modal dan Tipe Kepemilikan Perusahaan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia 15:1-4.
Richardson, Vernon
J. 2000. Information
Asymmetry
And Earnings Management:
SomeEvidence.
Review of Quantitative
Finance and Accounting 5 (4):
325-347
Scott,
William R. 2003. Financial Accounting
Theory, Third Edition, Prentice Hall,
Toronto,
Canada.
Singvi, Surendra S. dan Harsha B.
Desai, 1971. An Emperical Analysis of The Quality of Corporate Financial
Disclosure. The Accounting Review,
January
1971:129-138.
Subiyantoro,
Edi, 2006. Karakteristik Perusahaan, Pengungkapan dan Asimetri
InformasiPada Periode Konglomerasi dan Periode Reformasi di Indonesia, Disertasi
Doktor, Universitas
Brawijaya,
Indonesia.
Subroto, Bambang, 2003. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kepatuhan
Kepada Ketentuan Pengungkapan Wajib oleh Perusahaan Publik dan Implikasinya
Terhadap Kepecayaan Para Investor di Pasar Modal. The 2nd Post Graduate
Consortium on Accounting Workshop
2006.
Universitas Brawijaya.
Sudarma, Made. 2003. Pengaruh struktur kepemilikan saham, faktor intern dan faktor eksternterhadap struktur
modal dan nilai perusahaan. Disertasi. Program PascaSarjana Universitas Brawijaya, Malang.
Tuanakotta, Theodorus M., 1983. Teori Akuntansi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi universitas Indonesia. Jakarta. Wallace, R.S. Olusegun,
Kamal Naser dan Aracelu Mora. 1994. The Relation Between the Comprehensives of
Corporate Anual Report and Firm Characteristich in Spain. Accounting and
Business Research 25 (Winter): 41-53.
Wallace, R.S. Olusegun dan Kamal
Naser. 1995. Firm-Specific Determinants of the Comprehensiveness of Mandatory
Disclousure in the Corporate Annual Reports ofFirms Listed on the Stock
Exchange of Hongkong. Journal of Accounting and Public Policy 11 (2):311-368.