HUKUM PERDATA
SEJARAH SINGKAT HUKUM
PERDATA YANG BERLAKU DI INDONESIA
Sejarah membuktikan bahwa Hukum Perdata yang saat ini
berlaku di Indonesia, tidak lepas dari Sejarah Hukum Perdata Eropa.
Bermula dari benua Eropa, terutama di Eropa Kontinental
berlaku Hukum Perdata Romawi, disamping adanya Hukum
tertulis dan Hukum kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada
waktu itu sebagai hukum asli dari negara-negara di Eropa, oleh karena itu hukum
di di Eropa tidak terintegrasi sebagaimana mestinya, dimana tiap-tiap daerah
memiliki peraturan-peraturan sendiri, juga peraturan setiap daerah itu
berbeda-beda.
Oleh
karena adanya perbedaan terlihat jelas bahwa tidak adanya kepastian hukum yang
menunjang, sehingga orang mencari jalan untuk kepastian hukum dan
keseragaman hukum.
Pada tahun 1804batas prakarsa Napoleon terhimpunlah
Hukum Perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bernama “Code Civil des Francais” yang juga
dapat disebut “Code Napoleon”.
Dan mengenai peraturan-peraturan hukum yang belum ada di
Jaman Romawi anatar lain masalah wessel, assuransi, dan badan-badan hukum.
Akhirnya pada jaman Aufklarung (jaman baru pada sekitar abad pertengahan)
akhirnya dimuat pada kitab undang-undang tersendiri dengan nama “Code de Commerce”.
Sejalan degan adanya penjajahan oleh bangsa Belanda
(1809-1811), maka Raja Lodewijk Napoleon menetapkan: “Wetboek Napoleon Ingeright Voor het Koninkrijk Holland” yang isinya mirip dengan “Code Civil des Francais atau Code Napoleon”
untuk dijadikan sumber Hukum Perdata di Belanda (Nederland).
Setelah
berakhirnya penjajahan dan dinyatakan Nederland disatukan dengan Perancis pada
tahun 1811, Code Civil des
Francais atau Code
Napoleon ini tetap berlaku di Belanda (Nederland).
Oleh karena perkembangan jaman, dan setelah
beberapa tahun kemerdekaan Belanda (Nederland) dari Perancis ini, bangsa
Belanda mulai memikirkan dan mengerjakan kodifikasi dari Hukum Perdatanya. Dan
tepatnya 5 Juli 1830 kodifikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (Burgelijk
Wetboek) dan WVK (Wetboek van koophandle) ini adalah produk Nasional-Nederland
namun isi dan bentuknya sebagian besar sama dengan Code Civil des Francais danCode de Commerce.
Dan
pada tahun 1948,kedua Undang-undang produk Nasional-Nederland ini diberlakukan
di Indonesia berdasarkan azas koncordantie (azas Politik Hukum).
Sampai
saat ini kita kenal denga kata KUH Sipil (KUHP) untuk BW (Burgerlijk Wetboek).
Sedangkan KUH Dagang untuk WVK (Wetboek van koophandle).
PENGERTIAN DAN KEADAAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA
Hukum Perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara
perorangan di dalam masyarakat.
Hukum Perdata dalam arti luas meliputi semua Hukum Privat
materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana.
Hukum
Privat (Hukum Perdata Materiil) ialah hukum yang memuat segala peraturan yang
mengatur hubungan antar perseorangan di dalam masyarakat dan kepentingan dari
masing-masing yang bersangkutan. Dalam arti bahwa di dalamnya terkandung hak
dan kewajiban seseorang dengan suatu pihak secara timbal balik dalam
hubungannya terhadap orang lain dalam suatu masyarakat tertentu.
Disamping
Hukum Privat Materiil, juga dikenal Hukum Perdata Formil yang sekarang dikenal
denagn HAP (Hukum Acara Perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang
memuat segala aperaturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek
di lingkungan pengadilan perdata.
Keadaan Hukum Perdata
Dewasa ini di Indonesia
Kondisi Hukum Perdata dewasa ini di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat
majemuk yaitu masih beraneka warna. Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2
faktor yaitu:
1. Faktor
Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat
Bangsa Indonesia, karena negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
2. Faktor
Hostia Yuridisyang dapat kita lihat, yang pada pasal
163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga Golongan, yaitu:
1. Golongan Eropa dan yang
dipersamakan
2. Golongan Bumi Putera
(pribumi / bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
3. Golongan Timur Asing
(bangsa Cina, India, Arab).
Pasal
131.I.S. yaitu mengatur hukum-hukum yang diberlakukan bagi masing-masing
golongan yang tersebut dalam pasal 163 I.S. diatas.
Adapun
hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yaitu:
1. Bagi
golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang
Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di negeri Belanda
berdasarkan azas konkordansi.
2. Bagi golongan Bumi Putera
(Indonesia Asli) dan yang dipersamakan berlaku Hukum Adat mereka. Yaitu hukum
yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, dimana sebagian besar Hukum
Adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
3. Bagi golongan timur asing
(bangsa Cina, India, Arab) berlaku hukum masing-masing, dengan catatan bahwa
golongan Bumi Putera dan Timur Asing (Cina, India, Arab) diperbolehkan untuk
menundukan diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk
beberapa macam tindakan hukum tertentu saja.
Pedoman
politik bagi pemerintah Hindia Belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis
dalam pasal 131 (I.S) (Indische Staatregeling) yang sebelumnya pasal 131 (I.S)
yaitu pasal 75 RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokoknya sebagai berikut:
1. Hukum Perdata dan Dagang
(begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana
harus diletakan dalam kitab Undang-undang yaitu di Kodifikasi).
2. Untuk golongan bangsa Eropa
harus dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri Belanda (sesuai azas
Konkordansi).
3. Untuk golongan bangsa
Indonesia Asli dan Timur Asing (yaitu Tionghoa, Arab, dan lainnya) jika
ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan
untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka.
4. Orang Indonesia Asli dan
orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan di bawah suatu peraturan
bersama denagn bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku
untuk bangsa Eropa. Penundukan ini boleh dilakukan baik secara umum maupun
secara hanya mengenai perbuatan tertentu saja.
5. Sebelumnya hukum untuk
bangsa Indonesai ditulis di dalam Undang-undang. Maka bagi mereka itu akan
tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.
Disamping
itu ada peraturan-peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia
seperti:
-
Ordonansi Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (Staatsblad 1933 no7.4).
-
Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) Staatsblad 1939 no 570
berhubungan denag no 717).
Dan
ada pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga negara,
yaitu:
-
Undang-undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912)
-
Peraturan Umum tentang Koperasi (Staatsblad 1933 no 108)
-
Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938 no 523)
-
Ordonansi tentang pengangkutan di udara (Staatsblad 1938 no 98).
Sistematika
Hukum Perdata
Sistematika Hukum Perdata Kita (BW) ada dua pendapat.
Pendapat pertama yaitu, dari pemberlaku Undang-undang berisi:
Buku
1 : Berisi
mengenai orang. Di dalamnya diatur hukum tentang diri seseorang dan hukum
kekeluargaan.
Buku
11 : Berisi tentang hal
benda. Dan di dalamnya diatur hukum kebendaan dan hukum waris.
Buku
111 : Berisi tentang hal perikatan.
Di dalamnya diatur hak-hak dan kewajiban timbal balik antar orang-orang atau
pihak-pihak tetentu.
Buku
1V : Berisi tentang pembuktian
dak daluarsa. Di dalamnya diatur tentang alat-alat pembuktian dan akibat-akibat
hukum yang timbul dari adanya daluarsa.
Pendapat
yang kedua menurut Ilmu Hukum / Doktrin dibagi dalam 4 bagian yaitu:
1. Hukum rentang diri
seseorang (pribadi).
Mengatur
tentang manusia sebagai subyek dan hukum, mengatur tentang prihal kecakapan
untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan
hak-hak itu dan selanjutnya tentan hal-hal yang mempengaruhi
kecakapan-kecakapan itu.
2. Hukum Kekeluargaan
Mengatur
prihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan yaitu:
-
Perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami denagn
istri, hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan curatele.
3. Hukum
Kekayaan
Mengatur
prihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang.
Hak-hak
kekayaan terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap-tiap orang, oleh
karenanya dinamakan Hak Mutlak dan Hak yang hanya berlaku terhadap seseorang
atau pihak tetetu saja dan karenanya dinamakan hak perseorangan.
Hak
mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan
hak kebendaan. Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang
dapat terlihat dinamakan hak kebendaan.
Hak
mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat.
-
Hak seorang pelukis atas karya lukisannya
-
Hak seorang pedagang untuk memakai sebuah merk, dinamakan hak mutlak saja.
4.
Hukum Warisan
Mengatur
tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meningal. Disamping itu
hukumwarisan mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta
peninggalan seseorang.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar